Sabtu, 08 Mei 2021

Jurnal LK2 " Internalisasi Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) Bab 3 dalam Pemberdayaan Sumber Daya Manusia"

 INTERNALISASI NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) BAB III DALAM PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA


Lusi Widianingsih

HMI Komisariat Tarbiyah IAID Cabang Ciamis

 

Abstract

Man is the most perfect creature created by Allah SWT. as beings, servants, but on the other hand as khlaifah fil ardi who has freedom with its limitations which are then implemented in human social life. Islam considers that the world is a place to plant seeds that will then be harvested in the hereafter. This research method is qualitative research, with data collection techniques resulting from observations and interviews. HMI As a cadre organization has a role and function to participate in the aspect of human resource empowerment. The task of HMI cadres as intermediaries in the differentiation of human resources, should be able to open the possibilities of knowledge of the benefits that can be obtained and believe the value of a work based on goodness and truth. The task of the HMI cadres turned out to be more effective in participating in helping the empowerment of human resources. So that each individual is able to take advantage of independence or maximize their right to choose what he wants, which is in accordance with conscience.  

Kata Kunci : Sumber Daya Manusia, HMI, Kader HMI, NDP Bab III, Mission HMI


A. Pendahuluan

Manusia merupakan mahluk paling sempurna yang diciptakan Allah SWT. Kesempurnaan manusia dapat dilihat dari bagaimana Allah memberikan anugerah khusus yang sama sekali tidak diberikan kepada mahluk lainnya yaitu anugerah potensi akal dan hati. Dilihat dari anugerah khusus yang diberikan, maka manusia dapat dikatakan sebagai mahluk unik yang berjalan dimuka bumi dengan karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan mahluk lain. Diantara semua mahluk yang ada, hanya manusia yang mampu secara sadar melakukan usaha untuk mengubah dirinya. Manusia mampu meninggikan derajatnya baik dengan harta, ilmu maupun kedudukan sehingga mendapatkan perubahan dalam gerak yang positif, begitu pula manusia mampu menjerumuskan dirinya pada titik kehinaan dengan berbagai cara yang beragam, Bagian gerak perubahan sadar pada diri manusia  merupakan wujud dari aspek posibilitasnya, artinya manusia memiliki banyak peluang dan potensi untuk berubah sesuai dengan kecenderungannya. 

Dalam hal lainnya, Allah secara khusus memuji manusia dengan berbagai keunggulan yang dimilikinya, seperti tercipta dalam bentuk yang terbaik (QS. At-Tin : 5) dan mahluk yang paling mulia diantara mahluk lainnya (QS Al-Isra :70). Namun disisi lain Allah menggambarkan manusia sebagai mahluk yang hina dan bodoh dengan beberapa gambarannya seperti mahluk yang banyak membantah (QS Alkahfi :54) ingkar terhadap nikmat (QS Ibrahim : 34) dan lainnya. status mulia dan hinanya seorang manusia bergantung dari bagaimana ia mendayagunakan dua anugerah potensi untuk kebaikan hidupnya. 

Manusia diistilahkan dalam Al-Quran dengan kata basyar yang disebut 27 kali dalam Al-Quran memberikan referent pada manusia sebagai mahluk biologis. Perbuatan manusia yang dirujuk dengan istilah ini adalah makan, minum, bergerak dll. Pada eksistensi ini seluruh manusia bertemu dalam kesamaan yang sempurna (Hadi, 2017 :17).

 Istilah kedua yaitu kata insan yang disebut 65 kali dalam Al-Quran, dan istilah ini digunakan dalam kitab suci dalam tiga konteks. Pertama, insan dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah pemikul amanah. Kedua, insan dihubungkan dengan predisposisi negatif dalam dirinya. Ketiga, insan dihubungkan dengan proses penciptaan manusia. Kecuali kategori ketiga, semua konteks insan merujuk pada sifat-sifat psikologis dan spirirual-intelektual (Tarigan, 2007:69). 

Pada kategori pertama, keistimewaan manusia sebagai wujud yang berbeda dari mahluk hewani. Menurut Al-Quran, insan adalah mahluk yang diberi ilmu dan diajarkan bahasa konseptual. Menunjuk pada kemampuan manusia untuk mengembangkan ilmu dengan daya nalarnya, dengan menalar perbuatannya sendiri, proses pencernaan makanan dan proses penciptaannya. Dengan mempergunakan istilah insan, Al-Quran menjelaskan manusia adalah mahluk yang mengemban amanah. Menurut Fazlur Rahman, amanah itu adalah menemukan hukum alam, menguasainya atau dalam istilah Al-Quran mengetahui nama-nama semuanya, kemudian menggunakannya dengan inisiatif moral insani untuk menciptakan tatanan dunia yang baik. Berkaitan dengan amanah yang dipikul manusia, insan juga dihubungkan dengan konsep tanggung jawab. 

Pada kategori kedua, kata insan dihubungkan dengan predisposisi negatif. Menurut Al-Quran manusia itu cenderung zalim dan kafir, tergesa-gesa, bakhil, bodoh, suka membantah, berdebat, resah, gelisah, susah dan menderita, tidak berterima kasih dan suka berbuat dosa serta meragukan hari kiamat. Bila dihubungkan dengan sifat-sifat manusia pada kategori pertama, insan menjadi mahluk paradoksal yang berjuang mengatasi konflik antara dua kekuatan yang saling bertentangan yaitu kekuatan untuk mengikuti fitrah (memikul amanah Allah) dan kekuatan untuk mengikuti pwredisposisi negatif. 

Term kunci yang paling banyak dipakai Al-Quran adalah al-nas yang disebut sebanyak 240 kali dalam berbagai surah. Penyebutan al-nas tampaknya mengacu pada manusia sebagai mahluk sosial. Jika al-insan digunakan untuk menyebut manusia secara tunggal , maka al-nas digunakan untuk menyebut manusia secara keseluruhan (Hadi, 2017:29). Indikasi manusia sebagai mahluk sosial dapat dilihat dari frasa yang digunakan Al-Quran seperti ungkapan wa min al-nas (diantara manusia), Al-Quran memperkenalkan tipologi kelompok. 

Dengan demikian Al-Quran menggambarkan manusia sebagai mahluk biologis, psikologis (intelektual, spiritual) dan sosial.  Manusia sebagai basyar berkaitan dengan unsur fisik-material, hingga apada keadaan ini, manusia secara alami tunduk (muyassar) pada takdir Allah sama seperti tunduknya matahari, hewan dan tumbuhan. Namun manusia, meskipun dalam cakupan takdir ilahi, insan dan al-nas diberi kekuatan untuk memilih (ikhtiyar), sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dianugerahkan Allah kepadanya.. Manusia sebagai mahluk, disisi lain Allah menjadikan nya sebagai hamba namun disisi lain sebagai khlaifah fil ardi yang memiliki kebebasan dengan batasannya yang kemudian di implementasikan dalam kehidupan sosial manusia. Yang menjadikan manusia itu menjadi manusia tidaklah hanya sifat-sifat atau kegiatan-kegiatan yang ada padanya, melainkan keseluruhan susunan sifat dan kegiatan dengan seluruh kemampuannya dalam mengelola alam untuk kemaslahatan dengan selalu mengharap Ridla Allah SWT

Sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, manusia memiliki peran dan fungsi dalam kehidupan bermasyarakat seperti ikut membangun peradaban di desa, melestarikan budaya lokal, dan ikut membantu mewujudkan masyarakat yang adil makmur. Namun, kesadaran akan peran dan fungsi ini dapat terhambat berbagai faktor yang salahsatunya latarbelakang dan pemikiran yang berbeda dari setiap individu. Karena itu, kesadaran dari setiap individu untuk lebih mengenal hakikat dan peran dirinya sebagai manusia sangatlah penting, agar potensi akal dan hati yang Allah berikan sebagai anugerah mampu manusia dayagunakan dengan sebaik mungkin. 

Kaitannya manusia sebagai mahluk sosial, Murthada Muttahari menyatakan bahwa “Allah telah menciptakan manusia dengan berbagai ragam jiwa, fisik, intelektual, dan kecenderungan. Dia telah menganugerahkan sebagian orang kemampuan-kemampuan khas, dan telah menganugerahi sebagian mereka keunggulan dan kemampuan tertentu atas sebagian yang lain. Dengan jalan ini Allah SWT telah membuat manusia secara hakiki saling memerlukan dan cenderung berhubungan dengan sesamanya. Dapatlah ini dikatakan yang menjadi dasar bagi manusia untuk dapat hidup bermasyarakat yang bukan didasarkan atas keterpaksaan melainkan sesuatu yang alami”.

Masyarakat adalah bentuk realisasi dari dimensi sosial manusia (al-nas) yang menghendaki adanya suatu komunitas atau kelompok demi memenuhi segala tuntutan kehidupannya (Hadi, 2017:124). Omar Muhammad a-Toumy al-Syaibani sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata bahwa masyarakat adalah tempat dimana individu dan kelompok saling berinteraksi, menjalin hubungan sesamanya, saling memahami, saling menyatakan rasa, dan saling memberikan timbal balik berupa motivasi dan kebutuhan. Dalam pengertian ini masyarakat diandaikan sebagai sebuah wadah dan bentuk fasilitas dalam merealisasikan eksistensi sosial manusia melalui beragam caranya. Kemudian al-Syaibani memberikan suatu karakteristik model masyarakat yang didasarkan pada spiritualitas islam yaitu berupa ikatan akidah, prinsip kemaslahatan umum, serta keseimbangan antara dunia dan akhirat. Ikatan akidah didasarkan pada keyakinan yang sama terutama yang terkait langsung dalam memandang islam beserta realisasinya dalam bentuk aktivitas ibadah. Ikatan akidah biasanya memiliki kekuatan mengikat yang sangat kuat karena berpijak pada hal yang sangat fundamental yaitu berupa ideologi dalam mengekspresikan bagaimana islam menurut keyakinannya. 

Sedang prinsip kemaslahatan umum dimaksudkan agar jalannya suatu masyarakat mengutamakan kebermanfaatan bersama untuk semua individu yang terlibat didalamnya dengan tidak memberikan ruang diskriminatif terhadap siapapun. Prinsip kemaslahatan umum berpijak pada pandangan bahwa setiap individu dipersatukan dalam satu keturunan yang sama, dalam suatu organisasi kehidupan yang sama, dan dalam satu jenis keluarga yang bernama manusia. Dengan adanya pandangan dasar ini maka menjadi suatu keniscayaan ketika selanjutnya manusia diposisikan dan diperlakukan dengan sama tanpa sesuai dengan proporsi hak dan tanggungjawabnya. Sementara prinsip keseimbangan antara dunia dan akhirat dimaksudkan untuk memberikan bentuk ideal dari tujuan masyarakat itu dibentuk. Sebagaimana telah disinggung bahwa masyarakat diadakan salahsatu tinjauannya adalah pemenuhan kebutuhan dan eksistensi manusia, maka dalam hal ini masyarakat model islam mengharuskan adanya suatu kondisi yang seimbang antara pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat. 

Islam memandang bahwa dunia adalah tempat menanam benih yang kemudian hasil panennya akan dipetik di akhirat kelak dan dunia juga merupakan kendaraan untuk menuju kehidupan akhirat yang kekal. Maka setiap apa yang terealisasi oleh adanya masyarakat kemudian itu diarahkan pada terciptanya keseimbangan tersebut. Masyarakat sebagai wadah interaksi harus bisa berperan sebagai control untuk dapat menjaga setiap anggotanya agar dapat menjalankan suatu kehidupan akhirat yang stabil, artinya tidak terjadi kesenjangan diantara salahsatunya. 

Mahasiswa sebagai bagian kaum muda dalam tataan masyarakat tentu memiliki peran dan fungsi dalam ikut serta mewujudkan masyarakat sejahtera. Kendati, bahwa Mahasiswa memberikan sumbangsih berupa pemikiran bahkan ikut bergabung dalam organisasi kepemudaan di desa. Salahsatu komponen penting pada era ini yaitu adanya organisasi yang membantu para pemuda untuk mengembangkan, mengimplementasikan kedewasaan berfikir dan bertindak sesuai peran dan fungsinya., termasuk salahsatunya organisasi HMI.  

HMI merupakan organisasi mahasiswa islam tertua dan tersebar luas di Indonesia. HMI diresmikan menjadi organisasi mahasiswa Indonesia dua tahun setelah kemerdekaan. Tepatnya pada tanggal 5 Februari 1947 M/14 Rabiul awal 1366 H. atas prakarsa lafran Pane bersama 14 mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia). Historis perjalanan berdirinya HMI tidak terlepas dari berbagai persoalan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan. Namun tidak hanya itu, HMI juga berdiri di atas visi ke-islaman.  dimana masyarakat Indonesia yang merupakan mayoritas penduduknya pemeluk agama islam ada dalam kondisi kejumudan akan pengetahuan, pemahaman, penghayatan serta pengamalan ajaran islam. Sebagai organisasi mahasiswa islam yang bersifat independen serta sebagai organisasi perjuangan diharapkan mampu memberikan sumbangsih nyata didalam kehidupan bermasyarakat. Memperjuangkan hak serta memberikan gagasan guna mempersenjatai basis landasan yang kuat kepada masyarakat sehingga mampu menciptakan sekaligus menjaga dan merawat generasi muda bangsa. Kemudian visi ke-Indonesiaan dan ke-islaman ini menjadi ruh semangat HMI dalam meninggikan derajat umat islam Indonesia dan menjaga bangsa Indonesia dari agresi militer Belanda. 

Tujuan organisasi HMI adalah “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridlai Allah SWT”. Maka mahasiswa yang menjadi basis daripada organisasi HMI harus mampu memaksimalisasi nilai-nilai ‘akademis’ dalam berbagai karya cipta. Tidak hanya cukup berpengetahuan tinggi namun harus bisa mentransformasikan kedalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga, tiga dasar karakter yang menjadi tujuan HMI yaitu ‘insan akadmis’, ‘pencipta’, ‘pengabdi’menjadi fondasi dasar gerakan HMI. Ketiga karakter dasar ini harus terbingkai dalam nilai-nilai keislaman yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi sumber tata perilaku dalam kehidupan.  Dalam lingkup HMI, ketiga karakter dasar ini dibingkai dengan “Nilai-nilai Dasar Perjuangan” (NDP) yang dirintis oleh salahsatu aktivis keilmuan HMI yaitu Nur Kholis Majid atau Cak Nur pada tahun 1969. Hal ini dimaksudkan agar ketiga karakter dasar kader HMI berlandaskan nilai-nilai spiritual ke-islaman. Sehingga pada tahap ini, lahir manusia cerdas, penuh kreativitas dan berdedikasi pada pengabdian serta hanief atau cenderung pada kebenaran.

Singkat narasi dalam sejarah perjalanan HMI, Cak Nur menggagas Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) hasil karya pengalaman dari perjalanan di Timur Tengah selama tiga bulan lebih dan menjalankan study analitik ke Barat, tentu ini sebagai perbandingan dan pegangan bagi kader HMI yang akhirnya memperkuat dan menambah keyakinan atas nilai-nilai ajaran Islam yang universal. Kemudian disahkan pada kongres ke X di Palembang tahun 1971. NDP dibuat semata-mata untuk menjadi pegangan “Normatif” yang diharapkan setiap individu kader HMI  mampu mengaplikasikan keilmuan dan keterampilannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai khalifah fil ardli sesuai dengan Nilai-nilai Dasar Perjuangan. 

Dewasa ini, seringkali penulis dijumpai berbagai persoalan mahasiswa atau bahkan diluar mahasiswa yang persoalannya yaitu sulitnya mengembangkan apa yang menjadi potensi dirinya dan kurangnya kesadaran atas apa yang mereka kehendaki dengan berbagai macam latar belakang juga alasan yang secara umum penulis menggaris bawahi alasan itu adalah sama, yakni kurangnya kesadaran akan kemerdekaan dari setiap individu. Maka dengan demikian, penulis membuat jurnal terkait kemerdekaan manusia (Ikhttiar) dan keharusan universal (Takdir) dengan judul “Internalisasi NDP Bab 3 dalam Pemberdayaan Sumber daya Manusia” dengan harapan agar pembaca ataupun mahasiswa secara khususnya mampu terbantu dalam mengembangkan potensi dan membuka kesadaran akan apa yang dikehendaki nya. 

B. Metode Penelitian

Dalam memperoleh data yang dibutuhkan mengenai internalisasi NDP Bab III dalam pemberdayaan sumber daya manusia, penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif, sehingga penelitian ini tergolong jenis penelitian analisis deskriptif.  Adapun pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam materi yang terdapat dalam kepustakaan dan berupa hasil pengamatan. 

C. Pembahasan

HMI sebagai organisasi kader juga memiliki peran dan fungsi dalam aspek sumber daya manusia yaitu membantu mengembangkan potensi real para kader sehingga mampu mempergunakan potensi tersebut dalam suatu acara perjuangan atau dalam kehidupan bersosial. Dimana arah gerak langkah kader HMI dalam usahanya mempelopori  pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemaslahatan masa depan umat manusia harus berdasarkan nilai-nilai dasar perjuangan. Dalam NDP Bab III tentang kemerdekaan manusia (ikhtiar) dan keharusan universal (takdir) dikatakan ‘manusia hidup ditengah alam sebagai mahluk sosial hidup ditengah sesama’(Sitompul, 2016:125).  Artinya manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Tidaklah dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan. Termasuk dalam pemberdayaan sumber daya manusia.

Tugas dari kader HMI sebagai perantara dalam pemberdayaan sumber daya manusia, yang sesuai dengan nilai-nilai dasar perjuangan dan tafsir tujuan daripada HMI itu sendiri, minimalnya ia mampu membuka kemungkinan-kemungkinan pengetahahuan atau pernyataan kreatif terhadap kemerdekaan dirinya dan orang lain disekitarnya, sehingga ada pada tahap kesadaran akan kemerdekaan yang dipilihnya. Adapun tahap selanjutnya, tergantung bagaimana individu itu memilih, katakanlah misal pilihan antara ‘iya atau tidak’ itu menjadi suatu keniscayaan. 

Kemerdekaan itu akan tercapai jika manusia mencapai level tertinggi kemanusiaannya dengan persepsi dan pengetahuan yang matang sehingga jelas yang dilakukannya dan yang menjadi pilihan benar-benar sesuatu yang berpijak pada kebenaran. Dari sini, pengajaran atau pencapaian ilmu pengetahuan sangat penting, untuk menopang sisi kemanusiaan itu sendiri. Pengetahuan sebagai kacamata pembeda yang benar dan yang salah, karena untuk berjalan di atas kebenaran, kita mesti mampu melihat kebenaran (jalan) terlebih dahulu agar tidak terperosok dan terpeleset ke jurang kesalahan. 

Tindakan manusia didasari oleh Pandangan Dunia yang menjadi dasar bagi terbentuknya ideologi seseorang dan akhirnya berbuah menjadi suatu tindakan. Pandangan Dunia ini dihasilkan oleh cara pandang, cara pandang yang keliaru terkait suatu hal tentunya mengakibatkan kekeliruan penafsiran sehingga berbuah pda tindakan yang keliru. 

Jika kita bertanya kepada seseorang "mengapa harus berbuat demikian? "maka dia akan menjawab " karena demikian", dan alasan dari keyakinan berbuat itu adalah yang cara pandangnya atau penafsirannya terkait suatu hal. Bisa saja, orang tidak mencoba menyelesaikan permasalahn lingkungannya dikarenakan cara pandangnya terkait permasalahn lingkungannya yang keliru. Maka dari itu, perlu kiranya merekonstruksi pemahaman untuk mencapai Terwujudunya Masyarakat Adil Makmur yang diridhoi Allah. Dimulai dari dasar-dasar bepikir yang benar, pengetahuan filosofis yang mendasari keyakinan dan sampai kepada pengetahuan-pengetahuan praktis mesti diajarkan dengan benar. 

Tentunya, dalam menciptakan agen-agen masyarakat adil dimulai dari lahan basah pendidikan terlebih dahulu yakni Mahasiswa. Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai agen perubahan sudah semestinya memiliki pemikiran luas, mendalam dan terbuka. Dengan berbagai hal yand dipelajarinya di kampus seharusnya hal itu menjadi modal utama terbentuknya agen yang berkualitas insani, sayangnya hal tersebut tidak terjadi, hal itu dapat dilihat dari budaya mahasiswa yang cenderung menjauhi tradisi-tradisi intelektual, dan cenderung kepada prilaku hedonis. Perlu kiranya perubahan pada kultur mahasiswa sendiri, sehingga dapat menaikan kualitas dari para agen perubahan. 

Jika permasalahan di tubuh mahasiswanya telah selesai, tentunya ikut berpartisipasi dalam pemberdayaan sumber daya manusia dapat dilakukan. Seperti halnya mengadakan kegiatan amal berupa program pembelajaran untuk anak jalanan usia SD/MI di Bulan Ramadlan. Tujuannya, selain daripada mengisi waktu dengan kegiatan juga menemani keseharian mereka serta sedikitnya ikut membekali mereka agar mampu menjalani kehidupan dengan baik dan menjadi pribadi yang merdeka sesuai dengan fitrahnya. Yaitu fitrahnya sebagai anak dari orangtuanya, sebagai warga dilingkungannya dan sebagai mahluk dari sang penciptanya. Bentuk kegiatan amalnya yaitu berupa kegiatan belajar mengaji, sholat dan belajar mata pelajaran usia SD/MI. 

 Dalam pelaksanaannya, kader HMI mengumpulkan beberapa mahasiswa yang dapat membantu agar program ini bisa terlaksana, baik itu sebagai fasilitator maupun informan. Hal ini tidaklah mudah, apalagi kegiatan amal seperti ini dapat dikatakan cukup menguras tenaga dan fikiran. Namun sudah menjadi tugas daripada kader HMI untuk mengaktualisasikan keilmuannya agar mampu meyakinkan dirinya dan orang lain yang dilibatkan sehingga bisa bekerja sesuai kehendak yang didorong oleh kemauan murni, bukan atas dasar paksaan tetapi atas kesadaran akan apa manfaat yang diperoleh yaitu berupa kebermanfaatan dirinya atas lingkungannya. 

Kesadaran itu akan terlahir apabila setiap individu sadar akan  dorongan fitrahnya, yaitu kecenderungan manusia terhadap kebenaran dan selalu menginginkan kebaikan. Bahkan, seorang manusia dikatakan manusia sejati apabila sifat-sifat atau kegiatan-kegiatannya merupakan suatu keseluruhan yang tunggal pancaran niatnya adalah mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Manusia atas dan melalui perbuatannya yang fitrah (sesuai hati nurani) akan memperoleh kebahagiaan. Bekerja secara ikhlas, tidak berharap memperoleh balasan dari orang lain, dan bekerja karena keyakinan dirinya akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran. Namun, keikhlasan yang hakiki tidak mungkin muncul tanpa adanya kemerdekaan. Dalam artian manusia berhak memilih apa yang menjadi keputusannya sehingga apa yang dikerjakan benar-benar sesuai dengan kemauan murni atau hati nurani, yang pada akhirnya manusia mampu mengecap kebahagiaan. Namun tidak serta merta manusia merdeka selalu dan dimana saja, ada batasan-batasan berupa suatu kenyataan yang mengharuskan manusia sadar dan mengakui bahwa dirinya merdeka dengan batasannya. oleh karena itu, manusia diberikan prasayarat yang positif daripada kemerdekaan berupa pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kreatif manusia, yaitu tempat bagi adanya usaha yang bebas yang kemudian dinamakan ‘ikhtiar’. Ikhtiar adalah usaha yang ditentukan sendiri dimana seseorang berbuat sesuai dengan keinginannya sendiri dan atas dasar kecintaannya terhadap kebaikan bukan atas dasar paksaan atau diperbudak oleh sesuatu yang lain. 

HMI sebagai organisasi pengkaderan berfungsi sebagai sarana berproses kader dalam mengaktualisasikan potensi dirinya agar mampu menjadikan dirinya sebagai seseorang yang berkualitas, dan mampu memunculkan individu-individu lain yang berkualitas. begitupun kader HMI sebagai perantara dalam mewujudkannya, memiliki kebebasan yang terbatas akan kebebasan yang lain. Seperti halnya contoh diatas, ketika kader HMI dalam kegiatan amal membutuhkan bantuan dari beberapa mahasiswa sebagai fasilitator dan informan, kemudian beberapa mahasiswa dari organisasi HMI maupun non HMI menyatakan dirinya akan ikut berpartisipasi dalam kegiatan amal atas kesadarannya akan nilai yang dikerjakan bagi kebaikan dan kebenaran, hal ini menjadi bentuk ikhtiar antara kader dan mahasiswa dalam mengikuti kegiatan amal. Selanjutnya, kader HMI dan mahasiswa yang dapat ikut berpartisipasi melaksanakan kegiatan amal bersama-sama menjadi suatu bentuk pengakuan akan kepastian umum atau yang disebut dengan takdir. Jadi takdir itu bukan semata-mata ketetapan Tuhan mutlak yang tidak bisa diubah, melainkan kemerdekaan yang terbatas oleh kemerdekaannya orang lain. 

D. Kesimpulan

HMI sebagai organisasi perjuangan memiliki tujuan yaitu “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridlai Allah SWT”. sebagai organisasi mahasiswa islam, tentu HMI memiliki peran untuk membina setiap kadernya agar mampu mengaktualisasikan keilmuannya kedalam kehidupan bermasyarakat (sosial) yang sesuai dengan nilai-nilai spiritual keislaman yang dalam lingkup HMI, karakteristik kader HMI yaitu ‘insan akademis, pencipta, pengabdi’ terbingkai dalam Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP). 

Internalisasi NDP Bab III tentang kemerdekaan manusia (ikhtiar) dan keharusan universal (takdir) dalam pemberdayaan sumber daya manusia, sebagai kader HMI sudah seharusnya memiliki kesadaran bahwa dirinya memiliki kemerdekaan dan fitrah kemanusiaan yang cenderung kepada kebenaran dan mencintai perbuatan baik. Maka hal itu berlaku pula bagi orang lain sehingga dia memiliki kesadaran untuk mengungkapkan kebenaran tersebut bagi masyarakat luas. 


DAFTAR PUSTAKA



Muthahhari, Murtadha. 2010. Pengantar Epistemologi. Jakarta Shadra Press

Majid, Nurkholis. 2012. Ensiklopedia jilid 2. Jakarta. Democracy Project

Tarigan, Azhari Akmal. 2007. Islam mazhab HMI. Ciputat. Kultura (GP Press group)

Ripki Hadi, Ceceng Andri. 2017. Inspirasi Al-Quran untuk Pendidikan. Cv Budi Utama

Yusuf, Daniel Iskandar. 2011. Kompilasi NDP. Bogor. HMI Cab. Kota Bogor